Jumat, 29 April 2011

perekonomian indonesia dari tiga era pemerintahan

Perekonomian Indonesia masa orde lama 
Pada awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah perubahan struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, yang bertujuan untuk memajukan industri kecil untuk memproduksi barang pengganti impor yang pada akhirnya diharapkan mengurangi tingkat ketergantungan terhadap luar negeri. Sistem moneter tentang perbankan khususnya bank sentral masih berjalan seperti wajarnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya hak ekslusif untuk mencetak uang dan memegang tanggung jawab perbankan untuk memelihara stabilitas nasional. Bank Indonesia mampu menjaga tingkat kebebasan dari pengambilan keputusan politik.
Sejak tahun 1955, pembangunan ekonomi mulai meramba ke proyek-proyek besar. Hal ini dikuatkan dengan keluarnya kebijakan Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun (1961). Kebijakan ini berisi rencana pendirian proyek-proyek besar dan beberapa proyek kecil untuk mendukung proyek besar tersebut. Rencana ini mencakup sektor-sektor penting dan menggunakan perhitungan modern. Namun sayangnya Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun ini tidak berjalan atau dapat dikatakan gagal karena beberapa sebab seperti adanya kekurangan devisa untuk menyuplai modal serta kurangnya tenaga ahli.
Perekonomian Indonesia pada masa ini mengalami penurunan atau memburuk. Terjadinya pengeluaran besar-besaran yang bukan ditujukan untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi melainkan berupa pengeluaran militer untuk biaya konfrontasi Irian Barat, Impor beras, proyek mercusuar, dan dana bebas (dana revolusi) untuk membalas jasa teman-teman dekat dari rezim yang berkuasa. Perekonomian juga diperparah dengan terjadinya hiperinflasi yang mencapai 650%   (WIIIEEEEWWWWW..... sadisssss). Selain itu Indonesia mulai dikucilkan dalam pergaulan internasional dan mulai dekat dengan negara-negara komunis.
Keadaan ekonomi Indonesia menjadi bertambah buruk dibandingkan pada masa penjajahan Belanda. Hal ini dikarenakan terjadi nasionalisasi terhadap semua perusahaan asing di tanah air. Nasionalisasi perusahaan asing yang dilakukan pada tahun 1957 dan 1958 adalah awal periode“Ekonomi Terpimpin” dengan haluan sosialis/komunis. Sebenarnya politik ini hanya merupakan satu refleksi dari perasaan anti colonial, anti impralisme, dan anti kapitalisme pada saat itu. Pada akhir September 1965, ketidakstabilan politik Indonesia mencapai puncaknya dengan terjadinya kudeta yang gagal. Sejak saat itu, sistem ekonomi yang dianut Indonesia mengalami perubahandari pemikiran sosialis kesemikapitalis yang dalam pelaksanaannya mengakibatkan munculnya kesenjangan ekonomi yang semakin besar. Periode ekonomi inidimulai sejak proklamasi kemerdekaan hingga jatuhnya Presiden Soekarno



                                             Perekonomian Indonesia masa orde Baru

Pada masa awal Orde Baru. Pembangunan ekonomi di Indonesia maju pesat. Mulai dari pendapatan perkapita, pertanian, pembangunan infrastruktur,dll. Saat permulaan Orde Baru program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan pemerintah.

Setelah itu di keluarkan ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan. Lalu Kabinet AMPERA membuat kebijakan mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut.

1)Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan, seperti :
arendahnya penerimaan negara
btinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara
cterlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
dterlalu banyak tunggakan hutang luar negeri penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
2)Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
3)Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.

Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:
aMengadakan operasi pajak
b.Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan
menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.

Pemerintah lalu melakukan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang (25-30 tahun) dilakukan secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita(Pembangunan Lima Tahun). Pelita berlangsung dari Pelita I-Pelita VI.


1. Pelita I(1 April 1969 – 31 Maret 1974)

Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pelita I lebih menitikberatkan pada sektor pertanian.
Keberhasilan dalam Pelita I yaitu:
a. Produksi beras mengalami kenaikan rata-rata 4% setahun.
b. Banyak berdiri industri pupuk, semen, dan tekstil.
c. Perbaikan jalan raya.
d. Banyak dibangun pusat-pusat tenaga listrik.
e. Semakin majunya sektor pendidikan.

2. Pelita II(1 April 1974 – 31 Maret 1979)
Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja . Pelita II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan yang di rehabilitasi dan di bangun.

3.Pelita III(1 April 1979 – 31 Maret 1984)
Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan. Asas-asas pemerataan di tuangkan dalam berbagai langkah kegiatan pemerataan, seperti pemerataan pembagian kerja, kesempatasn kerja, memperoleh keadilan, pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan perumahan,dll

4. Pelita IV(1 April 1984 – 31 Maret 1989)
Pada Pelita IV lebih dititik beratkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan ondustri yang dapat menghasilkan mesin industri itu sendiri. Hasil yang dicapai pada Pelita IV antara lain.

a. Swasembada Pangan.
Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya Indonesia berhasil swasembada beras. kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO(Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar bagi Indonesia.
Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB dan Rumah untuk keluarga.


5. Pelita V(1 April 1989 – 31 Maret 1994)
Pada Pelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri untuk memantapakan swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian lainnya serta menghasilkan barang ekspor.
Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal landas Indonesia untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.



Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Akhir Masa Orde Baru


Pelita VI (1 April 1994 - 31 Maret 1999)

Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.

Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia ke yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak.

Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997. Semula berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas di tengah jalan.
Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela, Pembagunan yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata. Meskipun perekonomian Indonesia meningkat, tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.. Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial). Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
 Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilah yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.membuat perekonomian Indonesia gagal menunjukan taringnya.
Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi pembangunan ekonomi selanjutnya
                                             Perekonomian Indonesia masa Reformasi
            BADAI krisis yang melanda Indonesia sejak akhir tahun 1997 yang lalu merupakan malapetaka nasional yang sangat pelik untuk diatasi. Mulai dari krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi, sampai kepada implikasinya yang berupa krisis kepercayaan terhadap pemerintah dan berujungpada krisis politik. Krisis demi krisis tersebut timbul sebagai akibat berantai dari keberhasilan semu peran rejim orde baru dalam mengantarkan Bangsa Indonesia mencapai cita-cita kemerdekaan di berbagai aspek kehidupan. Keberhasilan pembangunan ekonomi dan politik yang dibanggakan selama ini hanyalah merupakan keberhasilan semu yang tidak memiliki fondasi yang kuat untuk keberkelanjutannya. Kebanggaan atas perkembangan ekonomi Indonesia yang selama dekade yang lalu mencapai rata-rata 7% per tahun, ternyata tidak mampu bertahan oleh serangan badai krisis.
          Krisis moneter yang terjadi telah menolak hipotesis bahwa sistem meneter Indonesia adalah kuat dan berdiri di atas parameter ekonomi makro yang sehat. Krisis ekonomi telah menolak hipotesis bahwa fundamental ekonomi Indonesia kuat dan memikul beban pertumbuhan yang tinggi disertai dengan pemerataan yang seimbang. Pada kenyataannya, diperkirakan 80% kegiatan ekonomi Indonesia hanya dinikmati oleh 17-20% penduduk Indonesia, suatu kenyataan yang sangat rawan bagi kestabilan nasional yang telah dibangun oleh rejim orde baru.
          Timbulnya krisis kepercayaan terhadap pemerintah, telah menolak hipotesis mengenai legitimasi hati nurani rakyat terhadap rejim orde baru. Rakyat Indonesia, bukan lagi rakyat dengan pikiran mayoritas tahun 60-an, tetapi rakyat dengan pikiran mayoritas abad ke-21, dimana kemerdekaan dari berbagai aspek kehidupan menjadi pegangan dalam berpikir dan bertindak. Begitu juga, timbulnya krisis politik, yang memuncak pada suksesi kepemimpinan nasional, telah menolak hipotesis legalitas proses dan hasil-hasil pesta demokrasi dan sidang umum MPR yang lalu. Penolakan hipotesis-hipotesis tersebut telah mengecewakan berbagai pihak yang selama ini terlanjur yakin bahwa hipotesis-hipotesis tersebut pasti akan diterima. Alasan keyakinan akan diterimanya hipotesis-hipotesis tersebut seolah-olah mempunyai dasar yang kuat, karena data dan informasi yang ada selama ini cukup kuat untuk mendukung keyakinan tersebut. Namun demikian, akar masalahnya bukan pada ketersediaan dan kecukupan data dan informasi, tetapi terletak pada keabsahan data dan informasi tersebut, yang bersumber dari keabsahan, kebenaran, ketepatan proses dan hasilnya, serta kejujuran dalam penyajiannya.
               Pembangunan di era Reformasi ini merupakan suatu bentuk perbaikan di segala bidang sehingga belum menemukan suatu arah yang jelas. Pembangunan masih tarik menarik mana yang harus didahulukan. Namun setidaknya reformasi telah membawa Indonesia untuk menjadi lebih baik dalam merubah nasibnya tanpa harus semakin terjerumus dalam kebobrokan moral manusia-manusia sebelumnya.